Kamis, 03 Juni 2010

Seekor Ular, Ajahn Brahm, dan KITA

Bergaul di FB menyadarkan aki bahwa kita tidak pernah benar-benar sendirian.
Begitu nulis sedikit, ramai yang berkomentar. Konon pula kalau salah nulis .... hi hi ...:)

Hal lain yang semakin aki sadari adalah bahwa ada aneka pendapat yang masing-masing merasa (paling) benar. Dari berbagai tanggapan itu aki bertambah kaya wawasan. Ternyata ada lebih dari satu cara untuk memandang suatu masalah.

Dan inilah dari sudut pandang Ajahn Brahm yang aki dengar ketika Beliau di Jakarta beberapa tahun lalu :
... ... (ya, betul! Backing vocalnya berbunyi ~~ "katanya, katanya, katanya" ...~~~ ~~~
Seekor ular yang bertobat setelah mendengar uraian Dharma dari seorang Guru di vihara, menjadi benar2 jinak. Ia tidak lagi mau menggigit manusia. Begitu jinaknya sehingga anak-anak mulai berani mengganggunya, dan - namanya juga anak-anak - makin lama makin kurang ajar. Ular itu di tarik ekornya, dipukul dengan ranting, dilempari batu, pokoknya kasihan deh.

Ular itu memang diam tapi singkat cerita akhirnya ga sabar juga. Ia pun curhat kepada Sang Guru. Kata Guru: "Aku memang bilang menggigit manusia itu tidak baik. Tapi aku tidak pernah melarang kamu mendesis, kan?"

Sore itu ketika anak-anak datang mengganggu, ular itu mengangkat kepalanya, mendesis sambil membuka mulutnya, memperlihatkan giginya yang tajam siap menerkam. Anak-anak lari tunggang langgang, dan sejak saat itu sang ular bisa leluasa bertapa dengan nyaman.

And end of the story, as usual, happily ever after ....
~~~ katanya, katanya ~~~ ....

Sekali lagi kemarahan (dan kemalasan, mengintip gambar porno, berbohong "kecil-kecilan" dll) adalah sangat manusiawi.
Setiap manusia punya HAK AZASI untuk memutuskan sejauh mana ia mau melakukan, atau tidak melakukan, hal-hal tersebut.

Wassalam.


Posting ulang dari FB tgl 24 Mei 2009