Vihara, dalam bahasa Sinhala, yaitu bahasa penduduk asli Sri Lanka, disebut "Pansela".
Demikian juga Vihara Anguru Karamula di Negombo yang saya ceritakan terdahulu, disebut Pansela. Tidak jauh dari situ, hanya terpaut beberapa ratusan meter, ada sebuah vihara lain yang disebut Podi Pansela atau Vihara Kecil. Tidak ada papan nama, hanya pintu gerbang bergaya Sanchi menyambut kita di vihara yang terletak di persimpangan jalan ini.
Meskipun disebut Vihara Kecil, namun sebenarnya kompleks ini cukup besar dan luas. Sebuah stupa putih berpagar tembok keliling berwarna putih juga, merupakan titik pusat perhatian. Saya pun masuk dan sedikit was-was, kuatir telapak kaki tidak akan sanggup menahan panasnya pasir yang disinari terik matahari. Ternyata masih bolehlah. Dengan sedikit bergegas, saya melakukan pradaksina mengelilingi stupa, seraya berhenti di ke-empat penjuru untuk memberi hormat pada Buddharupa yang ada di sana.
Selanjutnya saya menuju ke pohon Bodhi, tanpa menghiraukan ramainya anak-anak yang sedang "bersekolah minggu" di sana. Pohon Bodhi di sini memberi keteduhan tersendiri. Begitu berada di dekat pohon, saya tiba-tiba merasa sangat betah dan damai. Di kaki pohon ada sebuah kendi berisi air dan sesuai tradisi, saya pun menjunjung kendi itu sambil pradaksina tiga kali. Setelah selesai, air itu saya tumpahkan ke kaki pohon Bodhi. Inilah persembahan yang lazim dilakukan.
Barulah kemudian saya sadar bahwa kendi itu ternyata milik dua orang ibu yang sedang duduk bersandar ke tembok keliling pohon. Maka saya pun menuju sumber air, dan mengisi kembali air kendi untuk menggantikan air kedua ibu tadi yang saya 'pinjam tanpa ijin'. Mereka tersenyum penuh pengertian, memaklumi kekurangajaran 'turis asing' ini.
Saya pun duduk begitu saja di pasir di kaki pohon Bodhi itu. Tanpa alas, tapi tidak usah takut celana kotor karena toh pasir itu tidak akan menempel. Sama seperti di kraton, ya? Kita bisa duduk bersimpuh di tanah tanpa takut kotor.
Meditasi yang damai saya nikmati di kaki pohon Bodhi itu. Masa bodoh. Ini kan hari Minggu, dan saya tidak ada tugas yang harus dikerjakan. Tanpa diburu-buru waktu, enak saja saya meditasi sementara rekan pengantar dari Sri Lanka menunggu dengan sabar. Selesai meditasi, saya pun memanjatkan paritta Ettavata, meminta agar mahluk-mahluk suci yang menjaga pohon Bodhi mau mengusahakan supaya hujan segera turun. Beberapa bagian Sri Lanka sedang menderita karena kemarau panjang, dan sangat mengharapkan hujan.
Dalam perjalanan keluar saya masih mencoba mencari tahu nama vihara tersebut. Seorang samanera yang kebetulan keluar dari kuti vihara tersebut, saya tanya. Ia berpikir sejenak, lalu menjawab bahwa nama vihara ini adalah "Podi Pansela". Wah, nama ini memang sudah melekat betul, rupanya.
Akhirnya salah seorang penduduk memberi tahu, bahwa nama asli vihara ini adalah Abhisekramaya. Entah dia berkata betul entah tidak, tapi buat semua orang sekarang namanya adalah panggilan kesayangan "Podi Pansela" alias vihara kecil.
2 oct 2001