For ENGLISH please read KUNDALAKESI.
Sebenarnya ia senang menyendiri. Namun suatu hari ia kebetulan melihat seorang pencuri yang sedang digelandang untuk dihukum mati. Secara tiba-tiba ia jatuh cinta, dan memberitahukan orang tuanya. Tentu saja orang tuanya menolak. Tetapi Kundalakesi tetap ngotot, sampai akhirnya orang tuanya mengalah. Mereka membayar sejumlah uang untuk membebaskan pencuri tersebut.
Mereka berdua pun segera menikah. Kundalakesi sangat mencintai suaminya. Sayang, suaminya tetaplah seorang pencuri, yang hanya tertarik pada harta dan permata.
Suatu hari suaminya memikirkan muslihat untuk mengambil semua permata Kundalakesi. Ia membujuk Kundalakesi pergi ke sebuah gunung. Katanya, "Adinda, aku ingin melakukan persembahan kepada makhluk halus penjaga gunung yang telah menolong hidupku."
Kundalakesi menurut dan pergi mengikuti suaminya. Setelah mereka tiba di gunung, suaminya berkata, "Sekarang kita berdua telah tiba. Engkau akan kubunuh untuk mendapatkan semua permatamu itu!"
Kundalakesi memohon, "Jangan! Aku jangan kau bunuh. Ambillah semua hartaku, tetapi selamatkanlah nyawaku!"
"Membiarkanmu hidup berarti membiarkan engkau melaporkan bahwa permatamu itu kurampas. Kau harus kulenyapkan untuk menghilangkan saksi!"
Dengan putus asa Kundalakesi mendorong suaminya ke jurang, sehingga jatuh ke tebing batu yang terjal.
Kundalakesi tidak mau kembali ke rumah. Ia menggantung semua permata-permatanya di pohon, dan pergi tanpa tujuan yang pasti.
Secara kebetulan ia bertemu dengan para pertapa pengembara wanita (paribbajika). Ia pun turut serta menjadi pertapa pengembara wanita. Mereka lalu mengajarinya seribu macam ilmu sesat.
Karena pandai, ia segera menguasai ilmu itu. Gurunya berpesan, jika ia menemukan seseorang yang dapat menjawab semua pertanyaannya, barulah Kundalakesi boleh belajar kepada orang itu.
Kundalakesi berkelana dan menantang siapa saja untuk berdebat dengannya.
Tibalah ia di Savatthi. Sebelum memasuki kota, ia membuat gundukan pasir dan menancapkan ranting di atasnya, sebagai tanda bahwa ia menantang orang lain untuk berdebat.
Sariputta Thera menerima tantangannya.
Kundalakesi mengajukan seribu pertanyaan. Sariputta Thera berhasil menjawab semuanya.
Kini giliran Sariputta Thera bertanya. Sariputta Thera hanya bertanya satu hal : "Apa yang satu itu? (Ekam nama kim)."
Kundalakesi terdiam. Lama ia tidak dapat menjawab. Kemudian ia meminta Sariputta Thera untuk mengajarinya. Sariputta berkata bahwa ia harus terlebih dahulu menjadi seorang bhikkhuni.
Kundalakesi kemudian menjadi bhikkhuni.
Dengan tekun ia mempraktekkan apa yang diajarkan oleh Sariputta. Hanya dalam waktu beberapa hari ia berhasil menjadi arahat.
Para bhikkhu bertanya kepada Buddha :
"Apakah masuk akal Bhikkhuni Kundalakesi menjadi seorang arahat setelah mendengar Dhamma sedemikian singkat?"
Buddha lalu membabarkan syair Dhammapada 102 dan 103 berikut ini :
Yo ca gatha satam bhase
anatthapadasamhita
ekam dhammapadam seyyo
yam sutva upasammati.
Yo sahassam sahassena
sangame manuse jine
ekanca jeyyamattanam
sa ve sangamajuttamo.
Daripada seribu bait syair yang tak bermanfaat,
lebih baik satu kata yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.
Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh dalam ribuan kali pertempuran,
namun penakluk sejati adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri.