Minggu, 08 November 2009

GURU SEJATI ~ Wiku Sadayana

Ditulis oleh D Tatang Gowarman, 3 Desember 2006


Disuatu senja, padepokan Wiku Sadayana yang biasanya sunyi menjadi riuh oleh teriakan para cantrik : "Guru sudah pulang!"
"Wiku Sadayana sudah kembali ke padepokan!"
Bahkan ada yang menangis karena gembira.

Memang telah beberapa tahun Wiku Sadayana berkelana ke seluruh pelosok negeri dan meninggalkan padepokan tempat tinggalnya. Sebagai akibatnya, penghuni padepokan seperti kehilangan gairah kehidupan. Walaupun ritual upacara dan pembacaan ayat ayat suci tetap dilangsungkan, semua aturan yang diajarkan oleh wiku tetap dilaksanakan dengan baik, tetapi, suasana riang gembira seperti saat Wiku Sadayana masih di padepokan menjadi sangat berkurang bahkan cenderung ke arah muram dan murung.

Citramatra sebagai murid kepala dengan gembira menyambut : "Wah guru, kami betul betul kehilangan, aku bingung sekali mengurus padepokan ini, dan kami kuatir atas keselamatan guru yang berkelana disaat negeri ini sedang mengalami pergolakan, banyak bencana alam, huru hara di desa dan dikota, aduuuh guru..." ucap Citramatra sambil bernamaskara diikuti oleh para cantrik yang lain.

Wiku Sadayana yang tampak jauh lebih tua beberapa tahun, sambil tersenyum berkata: "Sudah, sudah, semuanya kembali ke tugas masing masing, aku perlu istirahat dulu setelah perjalanan yang cukup jauh. Nanti malam, setelah upacara, kita kumpul untuk berbincang-bincang. Mana Citrabala, ayo antarkan aku ke tempat aku bisa istirahat."
Dengan sigap Citrabala menjawab : "Mari guru, aku antarkan. Apakah perlu air hangat untuk merendam kaki guru yang letih?"
Wiku Sadayana menjawab : "Ah, Citrabala, engkau masih ingat ya kalau kaki ku letih, aku senang merendamnya di air hangat. Boleh, boleh engkau sediakan untukku".

Seiring dengan berlalunya Wiku Sadayana untuk beristirahat, para cantrik kembali meneruskan kegiatannya masing masing.

Malamnya, di ruang pasamuan yang diterangi puluhan dlupak -­pelita kecil berbahan minyak kelapa- suasana yang biasanya sunyi menjadi meriah, para cantrik yang telah mandi dan segar, bercakap-cakap sambil menunggu Wiku Sadayana muncul.

Tidak berapa lama, Wiku Sadayana dengan senyumnya, masuk ke ruang pasamuan dan duduk ditempat yang telah disediakan. Dan kemudian, serentak para cantrik bernamaskara lalu kembali duduk.

Sejenak hening, lalu Wiku Sadayana berkata : "Aku kembali kesini, dan kulihat kalian semua sudah bertambah matang. Citrabala, engkau sekarang lebih pendiam, tapi mana otot otor kekarmu yang biasa kau tunjukkan saat roda gerobak terperosok di jalan? Pekerjaan fisik yang biasa kau lakukan sekarang sudah berkurang? Citramatra, kau kelihatan tegang dan lelah. Goresan usia tua diraut mukamu, menunjukkan kau banyak pikiran dan mungkin akibat banyak kemarahan yang kau lontarkan."

Riuh rendah suara para cantrik yang menukas: "Benar guru. Citrabala lebih banyak merenung daripada bekerja di ladang..."
Ada lagi yg berkata: "Guru, hampir setiap hari Citramatra marah-marah kepada salah satu dari kami". Dan lain lain.

Citramatra yang menjadi sasaran paling banyak, berkata : "Guru, bagaimana aku tidak marah marah, setelah guru pergi, mereka menjadi malas. Buddharupang yang harus di bersihkan setiap sebelum uposattha tidak dibersihkan. Harus aku yang membersihkan. Giliran mengisi air di tempat penampungan air tidak berjalan dengan baik. Yang bertugas menyapu halaman, bekerja sembarangan, masih banyak sampah yang tertinggal. Bahkan pernah kita kehabisan beras, karena lengah tidak memperhatikan persediaan, untung masih ada jagung yang bisa direbus untuk makan..," demikian Citramatra mengadu.

Dengan terkekeh-kekeh Wiku Sadayana berkata : "Citramatra, mengurus padepokan memang tidak mudah, tapi aku lihat engkau berhasil memimpin padepokan ini. Buktinya semua saudara-saudaramu masih ada, ladang jagung masih terurus, dan pohon mangga yang kita tanam dulu kini sudah berbuah lebat sekali".
Satu di antara cantrik berkata: "Tapi semua itu guru, dengan pengorbanan kami diomeli dan dimarahi oleh Citramatra".
Dengan kesal Citramatra menukas : "Aku yang ditugaskan oleh guru, untuk sementara mengurus padepokan ini...,"

Belum selesai, Wiku Sadayana sudah menengahi: "Baik, baik, sudah cukup jangan diteruskan. Citramatra marah karena kalian tidak melakukan kewajiban yang harus dilakukan. Saat aku tinggalkan, kalian menjadi santai dan tidak melakukan kewajiban yang seharusnya, benar bukan? Sikap seperti ini tidak baik, sebagai murid Guru Buddha, ada atau tidak ada orang lain kita perlu bertindak dan melakukan hal hal yang baik dan perlu dilakukan."

"Benar Guru, mereka tidak patuh pada aturan dan menyebabkan aku menegur mereka bahkan memarahi mereka, tetapi aku tidak berteriak-teriak marah, seperti pengurus padepokan di kabupaten tetangga kita, yang kalau sudah marah, lebih mirip pedagang pasar daripada pengurus padepokan."

Sambil tertawa Wiku Sadayana berkata: "Citramatra, jangan menjadikan perilaku yang tidak baik sebagai tolok ukur. Lalu juga jangan sibuk mengurusi kelakukan orang lain. Dan yang terpenting jangan melemparkan tanggung jawabmu ke orang lain. Jika ada hal hal yang bisa membuat marah, setiap orang memiliki kesempatan untuk memilih reaksi yang akan dilakukan: bisa marah, bisa senyum, atau apa saja. Aku tahu engkau berniat melakukan kewajiban dengan baik dan sempurna. Karena temanmu tidak melakukannya, engkau menjadi marah".

Setelah berhenti sejenak, Wiku Sadayana melanjutkan: "Sudahlah, harap kalian semua memahami. Sikap apa yang kurang baik dan perlu diperbaiki, perbaikilah".

Serentak para cantrik menjawab : "Baik guru."

"Nah begitu, sekarang aku mau cerita, mengenai Guru Sejati yang bisa melatih kita untuk lebih sabar", kata Wiku Sadayana.

Citrabala menukas : "Bukankah guru selalu sabar? Aku tidak pernah melihat guru marah selama ini."


Dengan tersenyum Wiku Sadayana berkata : "Aku belum sehebat itu. Memang aku tidak sampai melontarkan kata kata amarah, tetapi reaksi marah masih muncul dalam diriku, kalau melihat atau mendengar hal hal yang keterlaluan."

Sambil menatap ke semua yang hadir : "Apakah kalian lupa, wejangan dari Guru Buddha dalam Dhammapada? Kesabaran adalah cara melatih diri yang paling baik.
Mengatakan S-A-B-A-R memang mudah, tetapi pelaksanaan sehari-hari tidaklah mudah, sampai kita menemui GURU SEJATI kita yang mengajarkan kesabaran
."

Citramatra berkata : "Siapakah Guru Sejati itu guru? Bisakah kita datang ketempatnya untuk mendengarkan ajaran-ajarannya?"

Dengan tertawa Wiku Sadayana berkata: "Guru sejati adalah guru yang tidak minta dibayar sebagai guru, tidak menuntut dihormati sebagai guru, bahkan tidak merasa sebagai guru."

Para cantrik saling berpandangan dengan bingung, akhirnya Citramatra bertanya: "Dimana kita bisa menemukan guru seperti itu?"

Wiku Sadayana berkata : "Kita semua sudah sering bertemu dengan beliau. Tapi saat itu mungkin kita tidak tahu bahwa dia adalah Guru Sejati yang mengajarkan kita Kesabaran."

Dengan makin bingung Citramatra bertanya: "Apakah beliau sering kesini guru? Kenapa kami tidak pernah melihat beliau?"

"Sangat sering, terutama saat engkau akan marah, dia berada didekatmu. Seperti aku katakan, Guru Sejati yang mengajarkan Kesabaran, tidak pernah minta dihormati sebagai guru, bahkan tidak pernah merasa sebagai guru, mungkin dia sendiri juga tidak tahu kalau dia adalah Guru Sejati bagi kita."
Lanjut Wiku Sadayana : "Guru Sejati berada di mana-mana. Dia bisa berupa teman kita yang sangat menjengkelkan yang membuat kita marah. Bagi seorang suami, mungkin itu adalah istrinya yang membuatnya marah. Bagi seorang istri, mungkin itu adalah suaminya yang membuatnya marah, atau anaknya yang menjengkelkan. Bagi pengusaha, barangkali karyawannya yang membuat kesalahan yang sama berulang- ulang.
Kalau saat itu disadari, 'inilah GURU SEJATI yang mengajarkan kita Kesabaran', maka kita tidak akan menjadi marah. Saat itulah kita belajar SABAR. Memang, ada hal-hal yang perlu dibicarakan, diselesaikan atau diperbaiki, tetapi kita tidak melakukannya dengan perasaan amarah.
"


Ruang pasamuan menjadi sunyi, saat para cantrik mencoba mencerna kata-kata Wiku Sadayana.

Akhirnya Citramatra berkata : "Benar, guru. GURU SEJATI yang mengajarkan kesabaran pada kita, ada di mana-mana".