Selasa, 27 Oktober 2009

Catatan 001 ~ Vegetarian

TULISAN INI SUDAH LAMA SEKALI. tahun 1999 (Anda sudah lahir belum?)
DULU DIMUAT DI MILIS_BUDDHA.
SELAMAT MENIKMATI.


Untuk kedua kalinya saya mendapat kesempatan mengunjungi Sri Lanka.

Di perjalanan, dalam pesawat dari Singapura menuju Colombo, saya duduk di sebelah seseorang yang berpakaian sangat rapi. Ia jelas orang Asia, tapi logat bicaranya sangat Australia. Setelah suasana cukup cair, akhirnya saya mengenal sedikit latar belakangnya. Ia sekitar 30 tahun lebih, kebangsaan Sri Lanka, tapi sudah lebih dari 20 tahun hidup di Australia. Ia bekerja di bidang komputer, dan kepergiannya kali ini ke Sri Lanka adalah untuk menghadiri pesta pernikahan sepupunya. Ia sendiri belum menikah.

Tentang saya sendiri, ia mungkin sungkan menanyakannya, jadi ia cuma tahu bahwa saya berasal dari Indonesia. Titik.

Ketika pramugari lewat, saya menegaskan bahwa saya memesan makanan vegetarian.
Kawan di sebelah saya ikut berbisik, bahwa ia juga tadi memesan hal yang sama tapi mungkin sekarang sudah kacau, katanya.
Lho, kenapa, tanya saya.
Ia menjelaskan bahwa pesawat yang ia tumpangi dari Melbourne ke Sidney terlambat enam jam, sehingga ia terpaksa menumpang pesawat lain dari Sidney ke Singapura, dan begitu juga dari Singapura ke Colombo ini jadualnya sudah tidak keruan. Padahal makanan vegetarian itu harus dipesan sejak awal, ketika kita membukukan jadual keberangkatan kita.

Saya katakan kepadanya, bahwa kadang-kadang kita bisa minta di pesawat. Mungkin saja ada jatah ekstra. Ia mengatakan bahwa sebenarnya ia lebih suka vegetarian, meskipun tidak terlalu ketat. Kalau merepotkan, biarlah ia makan seadanya saja.

Karena itu saya lalu mencoba meminta untuknya, dan ternyata disanggupi oleh pramugari. Kawan saya pun menarik napas lega, dan tersenyum.
Saya langsung menembak : "Agama apa yang Anda anut?"
Ia berkata : "Agama Buddha. Tapi saya merasa saya tidak patut disebut sebagai umat Buddha."
"Lho ... kenapa?"
"Karena saya tidak pernah ke vihara, maksud saya, setelah dewasa, saya tidak lagi rutin ke vihara."
"Tidak apa-apa", sambung saya, "yang penting, Anda masih tetap menjalankan
Panca Sila, kan?"


Giliran dia yang kaget : "Lho, koq Anda tahu Panca Sila segala?"
Saya jelaskan : "Memang saya umat Buddha, koq."

Selesai makan, tak tahan hati saya untuk bertanya lebih lanjut. Seingat saya, vegetarian memang dipandang lebih utama di Sri Lanka (antara lain YA Bhante Narada Mahathera almarhum juga seorang vegetarian), tetapi tidak banyak anak negeri itu yang menjalankannya. Karena itu saya tanyakan kepadanya :
"Mengapa Anda vegetarian? Bukankah tidak ada kewajiban bagi umat Buddha
untuk menjadi vegetarian?"

Jawabnya : "Oh, jangan salah mengerti. Agama Buddha itu ada dua - Mahayana dan Theravada. Mahayana memang tidak mengharuskan vegetarian, tetapi seorang Theravada seperti saya, umumnya vegetarian."

Nah lho! Saya sampai terdiam tidak bisa menanggapi, kecuali manggut-manggut saja. Rupanya salah kaprah bisa terjadi di mana saja.

Sesaat berpisah, saya sodorkan padanya sebuah buku "Buddhisme for Beginners" karya YA Narada Mahathera. Buku itu dicetak gratis oleh sebuah Yayasan di Singapura, dan kebetulan memang siang itu saya ambil dua jilid.
Ia tertawa melihatnya : "Ya, memang saya beginner", katanya.
Ia segera membolak-balik mencari halaman tentang Panca Sila. Saya tunjukkan halaman yang tepat padanya. Ia tersenyum senang sekali.
Suatu lingkaran sudah berputar. Karya Narada Mahathera, seorang putra Sri Lanka, kembali kepada seorang anak bangsanya yang hidup di rantau. Semoga kawan saya itu (saya lupa menanyakan namanya) bisa kembali menikmati warisan leluhurnya.

Bogor, 26 Maret 1999