Masih tentang baju, yang membuat aki dikira Muslim.
Arkian aki dan anak aki terpaksa bolak-balik ke kantor bis malam di
Lavender Street, Singapura. Apa pasal? Tak lain karena gitar anak aki tertinggal di dalam bis yang kami tumpangi. Gitar itu sudah berhasil ditemukan lokasinya, tetapi karena belum ada bis yang masuk dari Johor Baru ke Singapura, maka belum bisa di bawa.
Petugas kantor bis itu cukup ramah dan sangat membantu. Namanya Jun, seorang wanita paruh baya bangsa Melayu. Gesit dan rapi, memakai jilbab dan baju kurung. Aki panggil saja Ibu Jun seperti adat orang Indonesia. Aki tidak tahu apa panggilan Melayunya. Kami memang bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia /Melayu.
Karena sampai jam satu siang masih belum juga ada bis yang datang, aki katakan pada Ibu Jun : "Kalau begitu, kami berdua pergi makan dulu, ya Bu. Nanti kami kembali lagi."
Beliau bergegas berdiri dan berkata : "Ada makanan Muslim di sini. Tak jauh. Bapak pergi ke seberang, lalu nampak dst dst dst .... "
Ia nampak sangat bersungguh-sungguh menunjukkan tempat jualan makanan Muslim tersebut. Agaknya kuatir aki tersesat dan makan makanan yang diragukan halal tidaknya.
Demikianlah, satu sisi kita merasakan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islami) yang begitu mengakrabkan. Di lain sisi aki tersentuh : lagi-lagi pakaian memberi kesan yang sedemikian asosiatif.
Bogor, 31 Maret 1999