Jumat, 23 Oktober 2009

Sri Lanka 3 ~ TIPITAKA DI DAUN LONTAR


Keesokan harinya perjalanan dilanjutkan menuju Sigiriya. Di perjalanan sempat minum air kelapa yang walaupun buahnya kecil tapi airnya sangat manis. Ada juga buah rambuatn yang dijual per biji, harganya 5 Srilankan rupee atau sekitar Rp50.-

Siang itu kami sempat juga mampir di AluVihara Rock Cave Temple. Jaman dahulu memang para bhikkhu tinggal gua-gua, termasuk di vihara yang dibangun dalam gua batu ini. Di vihara inilah tersimpan Kitab Suci Agama Buddha, TIPITAKA, yang tertulis di daun lontar. Kami sempat diberi kenang-kenangan berupa ayat suci Dhammapada yang ditulis di daun lontar oleh YM Bhikkhu Saranankara. Kami juga ditunjukkan bagaimana memproses daun lontar, mulai dipetik hingga menjadi selembar daun lontar yang siap ditulisi. Ternyata seteklah ditulis dengan pena yang ujungnya tajam, lalu disiram dengan tinta itam. Tinta menyerap di atas tulisan dan sisanya dilap dengan kain sehingga tulisan yang dibuat menjadi hitam dan mudah dibaca.

Saat itu kebetulan hari Minggu. Di halaman vihara banyak anak-anak sedang belajar. Ada yang di ruangan, ada yang di bawah pohon, kelihatannya asyik banget. Mereka berseragam putih-putih. Memang di seluruh Sri Lanka kami melihat banyak yang memakai baju putih. Mungkin karena orang Sri Lanka berkulit gelap?

Perjalanan berlanjut menuju Dambulla, The Golden Mountain Temple. Sesuai dengan namanya, vihara ini terletak di bukit batu yang cukup tinggi. Pada bukit tersebut dibuat ruang-ruang tempat para bhikkhu tinggal untuk belajar dan menyebarkan agama Buddha pada abad ke 18. Di bukit ini ada 5 gua. Dalam masing-masing gua ada patung-patung Buddha dalam segala posisi. Ada yang sedang duduk, berdiri, atau juga berbaring. Ada juga stupa kecil di dalam gua tersebut. Pada langit-langit gua tergambar bermacam lukisan, di antaranya lukisan 1000 Buddha.
Sayang kamera saya kurang canggih sehingga foto di dalam gua terlihat kurang bagus. Selain itu di dalam gua hanya boleh memotret patung, tetapi pengunjung tidak diperkenankan berpose. Pemandu wisata menjelaskan bahwa tahun 1997 ada insiden, seorang turis wanita asal Jerman berfoto dengan duduk di atas patung Buddha! Perbuatan tidak sopan itu menyebabkan masyarakat sampai mengadakan upacara khusus untuk mensucikan kembali patung tersebut. Patung itu juga dicat kembali sehingga ada satu patung yang memang terlihat catnya lebih baru dibanding yang lain.

Hanya decak kagum yang bisa diutarakan saat membayangkan kehidupan pada abad itu, para bhikkhu dengan peralatan yang sederhana dapat membuat patung dan lukisan seindah itu.

Sore hari tibalah kami di Sigiriya. Hotelnya bagus banget. Dibangun menyatu dengan alam, di antara pohon-pohon rindang seperti di hutan. Sore hari di atas atap banyak monyet-monyet yang mencari makan dari para tamu yang menginap. Monyet-monyet ini tidak mengganggu pengunjung. Setelah diberi makan, mereka balik kembali ke atas pohon. Setelah istirahat dan sempat berenang di kolam renang hotel, kami makan malam di hotel dengan diiringi musik tradisional Sri Lanka.


(bersambung ....POHON BODHI TERTUA)