Perjalanan dilanjutkan ke kota Kandy, tempat kami akan menyaksikan prosesi Dalada Perahera (prosesi membawa relik gigi Buddha). Dalam perjalanan kami serasa seperti pulang kampung, soalnya banyak pohon di sepanjang jalan dan halaman rumah penduduk pun penuh pohon rindang.
Siang hari rombongan tiba di Kandy. Masuk hotel sebentar untuk menaruh koper, langsung kumpul lagi di lobby karena akan melihat vihara tempat penyimpanan relik gigi Buddha. Di vihara tersebut rombongan sempat membaca paritta dan melihat-lihat vihara yang anggun. Di dinding vihara tergantung lukisan yang mengisahkan sejarah dibawanya relik gigi Buddha dari India ke Sri Lanka pada masa Raja Kirti Sri Meghavanna (302-302) oleh kakak beradik Pangeran dan Puteri Raja. Demi keamanan, selama dalam perjalanan relik itu disimpan dalam sanggul rambut sang Puteri. Halaman vihara penuh dengan masyarakat yang akan mengikuti prosesi. Nampak juga beberapa gajah yang ditambatkan yang ternyata digunakan saat prosesi tersebut.
Acara prosesi baru akan dimulai pukul 20.30. Tetapi masyarakat sudah duduk rapi di sepanjang jalan sejak pukul 17.00. Benar-benar buaaaanyaaaak orang!
Sebagai turis, biasalah, kami sudah disediakan tempat duduk spesial di teras sebuah hotel yang dilewati prosesi. Namun kami pun sudah diharuskan duduk sejak pukul 18.30, karena jalan sudah ditutup mulai pukul 19.00. Sambil menunggu kami sempat melihat betapa acara ini telah dipersiapkan dengan baik. Sebelum acara dimulai, ada serombongan orang yang bertugas membersihkan jalan raya dari sampah. Lalu lewat lagi rombongan palang merah yang siap memberikan bantuan kesehatan. Lalu ada pula rombongan petugas pengangkut air minum yang akan memberi minum bagi yang membutuhkan.
Setelah duduk manis satu setengah jam sambil digigiti nyamuk, akhirnya prosesi dimulai. Awalnya dibuka dengan rombongan penari yang membawa cambuk besar. Bila dilecutkan, suaranya seperti ledakan. Disusul rombongan penari dengan iringan musik yang khas. Diikuti dua ekor gajah yang dihias dengan indah. Pakaian keemasan menutupi tubuh gajah, ada pula lampu berkelap-kelip di sepanjang telinga dan belalainya, bagus banget. Disusul rombongan penari api. Ada juga rombongan yang tubuhnya ditusuk benda tajam. Prosesi ternyata sangat panjang. Urutannya seperti itu. Penari, lalu gajah, lau penari lagi, lalu gajah lagi dan seterusnya. Pada bagian tengah prosesi ada seekor gajah yang dihias secara lebih istimewa. Tubuhnya pun lebih besar dibanding yang lain. Gajah ini diiringi dengan payung kebesaran dan di punggungnya ada relik Buddha yang disimpan dalam tempat khusus!
Ada juga rombongan pemimpin daerah, lengkap dengan baju kebesarannya berjalan dalam prosesi. Kasihan, ada juga yang sudah sepuh dan berjalan tertatih-tatih.
Pada awalnya prosesi ini sangat menarik. Tapi kalau sudah selama tiga jam disuguhi atraksi gajah-gajah dan gajah terus dengan tarian yang kurang lebih sama, agaknya membosankan juga! Ada yang iseng menghitung gajahnya, katanya 64 ekor. Bahkan ada yang bilang seratus ekor lebih! Wah, bener deh, dari ngantuk sampai bangun yang dilihat masih gajah juga. Acara berakhir pukul 24.00. Serempak semua orang beranjak pulang. Jalan-jalan dipenuhi lautan manusia. Rombongan kami sempat berdiri setengah jam di pinggir jalan menunggu bis yang katanya tidak bisa keluar entah dari tempat parkir di mana. Bagusnya meskipun demikian banyak orang, tidak ada keributan. Semuanya berlangsung dengan tertib.
(bersambung ....TIPITAKA DI DAUN LONTAR)