Keesokan harinya pagi-pagi kami dijemput. Acara pertama, ke Kuil Buddha
Emas (Golden Buddha).
Alkisah, pada jaman Sukhothai (lebih dari 700 tahun yang lalu), patung Buddha dari emas (padat) seberat kira-kira 5 ton ini, dibuat dalam mudra menaklukkan Mara. Tingginya sekitar 462cm, diameternya 372cm. Buatannya sangat halus dan indah.
Pada waktu itu sering terjadi peperangan dengan bangsa-bangsa tetangga. Maka demi menghindari dirampoknya harta yang sangat berharga ini, patung dari emas murni tersebut dilapisi sejenis semen. Demikianlah maka patung ini selamat dari jarahan para penyerbu.
Jaman beralih, tahun demi tahun berlalu. Orang-orang tidak ingat lagi di mana patung emas tadi (yang sudah tertutup semen).
Tahun 1931, The East Asiatic Company ingin memperluas daerah operasinya.
Mereka memperoleh ijin untuk menggunakan lahan bekas Wat Chotinaran atau dikenal juga sebagai Wat Phrayakrai yang terletak di distrik Yannawa.
Sebenarnya Wat Chotinaran ini sudah dibangun sejak penguasa ketiga dinasti
Chakri pada jaman Ratanakosin, namun pada saat tersebut sudah mulai
terbengkalai dan keadaannya terlantar.
Maka dipindahkanlah patung utama (dari semen) yang terdapat di vihara
tersebut ke Wat Traimit Witthayaram. Pemimpin vihara, Phra Visutha-thibordee, berupaya membangun gedung yang layak bagi patung (dari semen) yang besar tersebut. Ketika gedungnya siap dan patung sedang dalam proses pemindahan, tiba-tiba terbentur sehingga gugurlah lapisan semennya.
Sungguh terkejut mereka menyadari bahwa setelah lapisan semennya dikelupas
semua, ternyata patung tersebut terbuat dari emas murni belaka.
Demikianlah kisahnya. Ada yang tertarik mau membawanya pulang?
20 Sep 2001